Pro dan Kontra Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021, ini Tanggapan Aktivis Mahasiswa Palopo

Porostengah.com – Palopo. Kontroversi disahkannya Peraturan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 30 Tahun 2021 menuai Pro dan Kontra dari berbagai Aktivis Mahasiswa di Kota Palopo.

Pasalnya, dalam peraturan demikian terdapat pasal yang dipandang ambigu oleh beberapa kalangan aktivis tersebut yaitu Pasal 5 ayat 2.

Salah satunya datang dari Muhammad Salehuddin yang merupakan Ketua KAMMI Daerah Luwu Raya, yang mengatakan bahwa Frasa Tanpa persetujuan dalam Peraturan tersebut masih menjadi tanda tanya.

“Ada frasa ambigu di dalam Permendikbud yaitu Seksual consen, Jika ada persetujuan korban maka frasa ini kemudian hadir dalam diksi kata RUU itu, maka jika sama sama saling setuju, berarti mereka boleh melakukan kebebasan seks,” Ucap sale

Disampaikan di tempat terpisah, Nurul Annisa yang merupakan salah satu aktivis perempuan Kota Palopo justru mendukung diterbitkannya RUU demikian.

Berbeda dengan salehuddin, Nurul Annisa dalam meteri Dialog di Senat Coffee dirinya mengatakan bahwa siapapun tidak ada yang berkeinginan menerapkan sex bebas. (26/11/2021)

“Menurut saya, pasal ini menjamin kemerdekaan kaum perempuan dalam memerangi kekerasan seksual, dan bukan berarti melegalkan perzinahan karena kita sama-sama tau bahwa tidak terdapat aturan yang melegalkan hal demikian dan kita sepakat sex bebas itu tidak legal.” ucapnya

“Jelas bahwa di dalam permendikbud ristek no 30 thn 2021, sama sekali tidak ada kata “jika korba setuju maka itu berarti sex bebas atau zina”. Tentu ini menjadi landasan berpikir kita untuk melihat bahwa sama sekali tidak adanya pelegalan zina dalam aturan ini. Andai kata sama-sama setuju maka ada aturan di luar dari permendikbud yg mengatur hal demikian. Jangan sampai kita juga mengabaikan HAK masing-masing personal, terlepas dari pemikiran agama.” jelas nisa

 

Lebih lanjut Nisa berharap agar Peraturan ini dikawal hingga diberlakukannya di wilayah perguruan tinggi utamanya Kota Palopo.

“Permen ini harus kita kawal sampai betul-betul diterapkan di dalam kampus. Karna ketika tidak ada payung hukum seperti ini, maka predator sex dalam kampus akan tertawa bahagia dan korban akan semakin merasa tidak aman.” tegas nisa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *