Pinrang Tidur ketika Anak Jalanan Mengemis Oleh: AlNaKhus

 

“Saya mau sekolah”

“Enak yah pake mobil”

“Kami hanya makan Indomie”

Di bawah terik matahari yang membakar ubun-ubun kepala, di jalan-jalan, pasar-pasar, dan gardu-gardu, setiap berhari-hari, pagi dan malam sampai tidak mengenalnya, mereka semua adalah anak jalanan, bocah yang meleburkan tubuhnya di berbagai perempatan jalan di kabupaten Pinrang, tempat penghasil beras di Sulawesi Selatan. Namun, anak-anak di jalan hampir tidak bisa merasakan hasil olahan beras itu (Nasi), lalu kemana perginya hasil panen? Inilah sedikit potret anak jalanan yang kami dokumentasikan melalui tulisan sebagai bentuk keprihatinan dan kepedulian kita sebagai kader Ikatan Pelajar Muhammadiyah Kabupaten Pinrang.

Kabupaten Pinrang adalah daerah di Sulawesi Selatan. Pinrang menjadi bagian dari sejarah ketika agresi pasukan Gowa menyerang Kerajaan Sawitto sekitar tahun 1540. Karena agresi yang berlangsung tiba-tiba, Sawitto takluk oleh Kerajaan Gowa. Namun, kegigihan dan watak Sawitto memilih untuk tidak tunduk pada musuh. Naasnya, Raja La Paleteang di tanah Sawitto beserta istrinya diculik ke Gowa sebagai tanda kekalahan Sawitto. Sekarang, peristiwa ini diabadikan sebagai Kecamatan Paleteang, dan tanah Sawitto diabadikan sebagai Ibukota Kabupaten Pinrang.

Sekilas perjalanan Pinrang yang hari ini menjadi bagian dari kisah monumental Sulawesi Selatan, selain masyarakat harus membaca sejarah, realitas sosial juga tidak kalah pentingnya. Pada tanggal 5 Juni 2024, Pemkab Pinrang bersama Pamong Praja menertibkan anak jalanan yang katanya meresahkan warga. Namun, apakah anak jalanan itu bukan warga? Pemerintah tampak tidur ketika anak jalanan sedang mengemis. Mereka tidak pernah mau beritikad baik pada mereka. Mengamankan anak jalanan berarti memberinya pendidikan dan kebutuhan primernya.

Sebagai kader Ikatan Pelajar Muhammadiyah yang berpimpinan di Kabupaten Pinrang, sudah menjadi tanggung jawab ideologi kami untuk berpihak pada mereka. Sejak KH. Ahmad Dahlan memulai dakwahnya, beliau berusaha mencerdaskan kehidupan bangsa dengan membuka ruang-ruang kelas bagi mereka yang berada di jalan. Bahkan, pendirian Muhammadiyah secara gerakan mengambil gagasan dari “Pan Islamisme” Jalaludin Al-Afghani, sebagai organisasi yang kemudian berpijak pada penindasan dan pembodohan terhadap masyarakat.

Mencari Nafkah di Jalanan

Sepanjang jalan trotoar Kabupaten Pinrang, tepatnya di lampu merah, seringkali menemukan anak jalanan. Rata-rata dari mereka berusia di bawah 15 tahun, tidak ada yang bersekolah. Bagaimana bisa mereka bersekolah jika sejak kecil mereka telah menjadi tulang punggung bagi keluarganya? Ada yang harus membantu orang tuanya untuk membayar utang. Kehidupan semacam ini tidak pernah mereka bayangkan sebelumnya. Tak hanya itu, ketika mereka berada di jalan, sering kali mendapat makian, hinaan, dan dorongan dari orang-orang.

Anak jalanan yang masih kanak-kanak harus menanggung menjadi tulang punggung keluarganya. Beberapa dari mereka tidak hanya berusaha membantu orang tuanya membayar hutang, tetapi salah satu dari mereka berupaya membayar pengobatan ibunya yang terkena penyakit kelainan fisik. Beberapa dari mereka adalah warga Pangkajene yang setiap hari Jumat, Sabtu, dan Minggu atau hari pasar Pinrang harus bergegas ke Pinrang untuk mengemis.

Kebanyakan dari mereka mengemis di depan gedung Golkar yang tepat di perapatan lampu merah, 2021. Fraksi Golkar telah mengkritik pemerintah mengenai kasus kemiskinan yang terjadi. Saat itu, Bupati Pinrang menyampaikan bahwa angka itu masih mendingan dibandingkan dengan Kabupaten/kota lain. Ini bukan persoalan penting tidaknya, tetapi sejak 2021 akibat Covid-19, apakah ada perubahan? Nyatanya, isu anak jalanan makin membludak saja.

Pendidikan dan Ekonomi adalah Akar Masalahnya

Isu anak jalanan yang terjadi adalah pengkhianatan bagi pendiri bangsa. Dalam UUD 1945, ditegaskan bahwa negara harus mencerdaskan kehidupan bangsa yang majemuk ini. Maka secara tidak langsung, pemerintah Kabupaten Pinrang telah gagal menangani anak jalanan. Lebih parah, salah satu dari mereka bahkan tidak mengetahui umurnya berapa. Sangat tragis, bukan? Di mana seharusnya mereka bisa menghabiskan waktunya untuk belajar dan bermain layaknya anak-anak lain, mereka harus banting tulang dari pagi sampai malam.

“Saya memiliki cita-cita menggunakan hijab,” kata salah satu dari mereka. Namun, saat ini hijab tidak lagi penting dibanding sesuap nasi untuk makan. Mereka semua telah menguburkan mimpinya sedalam-dalamnya, tidak ada lagi semangat untuk bersekolah. Sampai kapan pun mereka semua berada di jalan dengan menanggung kehinaan, jika Pemkab Pinrang tertidur lelap.

Faktor dari ini semua adalah perekonomian yang tidak berpihak pada mereka. Kegagalan pemerintah adalah tidak mampu memberikan jalan alternatif untuknya. Lalu, bagaimana pemerintah berucap “Indonesia Emas”? Ini isu sosial yang sangat serius. Hanya kepedulian Pemkab kuncinya.

Tulisan ini kami buat dengan hasil turun ke jalan, melihat dan merasakan seperti apa kehidupan mereka. Lebih dalam lagi, mereka semua tidak mengetahui lagu “Garuda Pancasila.” Semuanya telah menjadi patriot sejati yang berjuang sejak dini demi kehidupan yang lebih baik. Melalui tulisan ini, kami ingin menyampaikan bahwa Kader Ikatan Pelajar Muhammadiyah Kabupaten Pinrang akan selalu berada pada kebenaran.

error: Content is protected !!
Exit mobile version