Hukum  

Perjuangan Panjang, Perkara Perkosaan Anak di Bawah Umur Memasuki Babak Krusial

LUWU, POROSTENGAH – Setelah berbulan-bulan perjuangan panjang, air mata korban, dan tekanan publik yang tak kunjung surut, Pengadilan Negeri Belopa akhirnya memasuki babak krusial dalam perkara pemerkosaan anak di bawah umur dengan terdakwa NA.

Jaksa Penuntut Umum menjatuhkan tuntutan pidana penjara selama 14 tahun terhadap ANA. Ia didakwa melanggar Pasal 81 ayat (1) juncto Pasal 76D Undang-Undang Perlindungan Anak. Tuntutan ini menjadi sinyal tegas bahwa negara tak bisa lagi menutup mata terhadap kekerasan seksual terhadap anak.

iklan berbayar Pengumuman KPU Selayar Bupati dan Wakil Bupati Terpilih Pilkada 2024 Dirgahayu 27 Tahun Masmindo Dwi Area Pengumuman Pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota Palopo Tahun 2024 Pasca Putusan MK

Tanggapan keras pun datang dari berbagai pihak. Keluarga korban, aktivis mahasiswa dari PMII Palopo, dan sejumlah elemen masyarakat yang sejak awal mengawal kasus ini, menyambut tuntutan itu sebagai bentuk pengakuan bahwa kejahatan seksual terhadap anak adalah pelanggaran berat.

“Empat belas tahun bukan soal balas dendam. Ini soal keadilan, bahwa kejahatan seksual terhadap anak tak boleh lagi dianggap biasa,” ujar Dirga, Presiden Mahasiswa UIN Palopo sekaligus kader PMII.

Korban, seorang siswi yang masih duduk di bangku sekolah dasar, menanggung beban trauma yang tidak ringan — luka fisik, psikis, dan stigma sosial. Hari ini, lewat tuntutan jaksa, negara akhirnya bersuara: anak-anak tak boleh dibiarkan menjadi korban dalam diam.

Namun perjuangan belum selesai. Masyarakat kini menaruh harapan besar kepada majelis hakim agar menjatuhkan vonis yang setara atau bahkan melampaui tuntutan jaksa, termasuk mempertimbangkan unsur pemberatan, pencabutan hak-hak sipil terdakwa, dan jaminan rehabilitasi bagi korban.

“Empat belas tahun adalah bentuk keadilan paling minimal. Kami akan terus mengawal hingga putusan dijatuhkan,” kata Fahrul Poyo, aktivis PMII yang turut hadir di persidangan.

Jaksa Wildan, usai membacakan tuntutan, menegaskan bahwa dakwaan disusun secara objektif berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan. “Kami memperjuangkan keadilan untuk korban. Tuntutan ini berdasar, bukan mengada-ada,” ujarnya.

Selanjutnya, pihak Keluarga Masih Menunggu Sidang Kedua yakni Pembacaan Pembelaan Terdakwa yang Akan Digelar pada 22 Juli 2025.

Kasus NA bukan perkara individu semata. Ia adalah cermin: sejauh mana negara hadir dalam melindungi anak-anak dari predator seksual? Putusan yang akan dijatuhkan kelak bukan hanya menjadi catatan hukum, tapi juga ukuran keberpihakan negara terhadap anak-anak di Luwu dan di seluruh Indonesia.( Uril)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!