Dalam perkembangan sistem keuangan syariah, praktik akuntansi memegang
peranan krusial dalam menjamin transparansi, keadilan, dan akuntabilitas. Akuntansi syariah tidak hanya menjadi alat bantu administratif, tetapi juga bagian integral dari
sistem moral dan religius dalam Islam.
Oleh karena itu, pendekatan akuntansi yang digunakan, apakah berbasis akrual atau kas, harus sesuai dengan nilai-nilai Islam serta mampu mendukung pencapaian maqasid syariah. Akrual basis merupakan metode pencatatan transaksi yang mengakui pendapatan dan beban pada saat mereka terjadi,
tanpa memperhatikan kapan uang kas diterima atau dibayarkan.
Dalam hal ini, akrual mencerminkan aktivitas ekonomi yang sesungguhnya, memberikan gambaran menyeluruh tentang hak dan kewajiban lembaga.
Di sisi lain, basis kas mencatat transaksi
hanya ketika kas benar-benar berpindah tangan. Metode ini lebih sederhana dan praktis, terutama dalam konteks lembaga yang memiliki sumber daya terbatas. Dalam Islam, pencatatan transaksi secara akurat sangat ditekankan sebagaimana
tercermin dalam Surah Al-Baqarah ayat 282.
Prinsip keadilan, transparansi, dan tanggung jawab adalah inti dari akuntansi syariah. Oleh karena itu, akuntansi yang digunakan tidak
hanya harus mencatat transaksi secara benar, tetapi juga mampu memberikan informasi yang relevan untuk mendukung keputusan yang sesuai dengan syariah. Disinilah basis
akrual menunjukkan kelebihannya, karena memberikan informasi yang lebih lengkap dan akurat.
Lembaga keuangan syariah formal seperti bank dan asuransi syariah telah banyak mengadopsi basis akrual dalam pelaporan keuangan mereka. Hal ini karena basis akrual memungkinkan pengakuan transaksi berdasarkan realitas ekonomi, seperti dalam akad
mudharabah, musyarakah, atau murabahah, yang menuntut pengakuan bagi hasil, margin, atau kewajiban secara tepat waktu. Selain itu, akrual mempermudah proses audit dan
pertanggungjawaban karena memberikan data yang komprehensif.
Namun, penerapan akrual basis tidak lepas dari tantangan. Sistem ini memerlukan keahlian akuntansi yang tinggi, sistem informasi yang mumpuni, dan biaya implementasi yang tidak sedikit. Lembaga sosial atau nirlaba yang mengelola zakat, infak, atau wakaf,
sering kali belum memiliki kapasitas tersebut.
Oleh karena itu, basis kas masih banyak
digunakan oleh lembaga-lembaga semacam ini. Meski begitu, penggunaan basis kas harus tetap menjamin prinsip syariah seperti transparansi dan akuntabilitas melalui dokumentasi tambahan. Dalam hal keadilan informasi, akrual basis lebih unggul karena memberikan gambaran lengkap atas kewajiban dan hak.
Ini selaras dengan maqasid
syariah, terutama dalam menjaga harta (hifz al-mal) dan menjamin keadilan dalam muamalah. Sebaliknya, basis kas hanya menggambarkan apa yang telah diterima atau dibayarkan secara tunai, tanpa memperhitungkan piutang, kewajiban, atau transaksi yang
belum direalisasikan secara kas.
Studi kasus di Indonesia menunjukkan bahwa lembaga seperti Bank Syariah
Indonesia telah menerapkan akrual basis secara penuh.
Mereka mencatat seluruh
transaksi, mulai dari pengakuan pendapatan murabahah hingga pencadangan risiko. Hal ini memperlihatkan kesiapan sistem dan SDM mereka untuk mengelola akuntansi modern berbasis syariah. Sebaliknya, lembaga amil zakat atau wakaf di tingkat lokal masih banyak yang menggunakan basis kas karena lebih praktis dan mudah dipahami.
Meskipun basis kas lebih sederhana dan mudah diterapkan, ia memiliki keterbatasan dalam mencerminkan kondisi keuangan yang sebenarnya. Oleh karena itu, beberapa lembaga
sosial syariah besar di Indonesia mulai beralih ke basis akrual atau minimal menggunakan sistem kas modifikasi. Ini adalah bentuk kompromi yang bertujuan untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas sambil mempertahankan kesederhanaan.
Dalam pandangan penulis, basis akrual lebih sesuai dengan semangat dan prinsip syariah karena memberikan informasi yang lebih adil dan transparan kepada para pemangku kepentingan.
Hal ini sangat penting dalam sistem keuangan syariah yang mengedepankan
nilai-nilai etika dan tanggung jawab sosial. Namun, penerapannya perlu dilakukan secara bertahap, terutama pada lembaga-lembaga dengan keterbatasan kapasitas. Pemerintah
dan asosiasi profesi harus memberikan dukungan berupa pelatihan, regulasi, dan pengembangan teknologi agar transisi ini dapat berjalan efektif.
Kesimpulannya, pilihan antara akrual dan kas basis dalam akuntansi syariah harus mempertimbangkan konteks operasional, kapasitas institusi, dan tujuan syariah. Akrual basis adalah pendekatan ideal yang lebih sejalan dengan maqasid syariah, tetapi basis kas
tetap relevan dalam hal tertentu. Yang terpenting adalah komitmen terhadap nilai-nilai Islam dalam pengelolaan keuangan, baik melalui sistem pencatatan yang kompleks
maupun sederhana.
Dengan demikian, sistem akuntansi dalam skim syariah tidak hanya
menjadi alat administratif, tetapi juga representasi dari tanggung jawab moral dan spiritual dalam mengelola amanah umat.
Penulis: Putri Mulia Sudirman