Selayar, Porostengah.com – Musyawarah Cabang (Muscab) Ke-III Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Kabupaten Kepulauan Selayar menuai kritik tajam. Proses forum yang seharusnya menjadi puncak konsolidasi demokratis justru diduga melanggar mekanisme dasar organisasi.
Sorotan mengarah pada tidak dilaksanakannya Pleno Kedua, yang menurut Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) menjadi sesi krusial untuk pembentukan komisi, perumusan arah gerakan organisasi, serta pembahasan AD/ART. Tanpa tahapan ini, keabsahan keputusan forum kini dipertanyakan.
Ketua DPD APDESI Sulsel, Sri Rahayu Usmi, saat dikonfirmasi via sambungan telepon pada Kamis, 3 Juli 2025, membantah adanya pelanggaran mekanisme.
“Pleno tidak ada yang dilewati, semua terlaksana,” ujarnya singkat.
Namun pernyataan tersebut bertolak belakang dengan pengakuan salah satu kepala desa peserta Muscab, yang meminta identitasnya tidak dipublikasikan.
“Pleno Kedua memang tidak dilaksanakan. Alasannya waktu tidak cukup,” ungkapnya kepada Pewarta
Informasi ini memperkuat dugaan bahwa Muscab APDESI Selayar tidak dijalankan secara utuh sesuai mekanisme organisasi. Pleno Kedua yang seharusnya menjadi wadah penting untuk menata sistem internal justru diabaikan demi alasan “efisiensi waktu”.
Tak hanya itu, sejumlah peserta juga menyebut adanya aroma intervensi dan dominasi oleh pihak-pihak tertentu, sehingga forum berjalan tak sehat dan minim transparansi.
Jika dugaan ini benar, maka seluruh keputusan Muscab termasuk penetapan kepengurusan baru berpotensi dianggap cacat hukum dan tidak legitimate.
Sampai berita ini diturunkan, Pelaksana Tugas Ketua APDESI dan DPD APDESI Sulsel belum memberikan tanggapan resmi terkait persoalan ini. Sementara itu, gelombang ketidakpuasan di internal APDESI Selayar disebut makin menguat.