POROSTENGAH.COM | SELAYAR – Upacara peringatan HUT ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia di Kecamatan Bontomatene, Kabupaten Kepulauan Selayar, meninggalkan catatan memalukan. Pengibaran bendera Merah Putih di Lapangan Gelora Batangmata hampir gagal karena bendera tidak tersedia di lokasi.
Situasi ini memunculkan pertanyaan baru di tengah masyarakat: mengapa harus dibentuk panitia lokal jika justru menimbulkan kekacauan? Bukankah koordinasi antara kecamatan dan kelurahan semestinya sudah cukup untuk memastikan persiapan berjalan lancar?
Fakta di lapangan menunjukkan, kelalaian terjadi akibat komunikasi yang tidak efektif antara Kecamatan dan Kelurahan. Panitia lokal yang seharusnya menjadi solusi justru memperlihatkan kelemahan manajemen acara. Akibatnya, bendera Merah Putih yang menjadi inti upacara malah terabaikan.
Beruntung, seorang warga sigap menyumbangkan bendera nasional yang terpasang di depan rumahnya. Inisiatif itu menyelamatkan wajah upacara, meski dengan rasa malu di hadapan publik.
Video insiden tersebut viral di media sosial dan memicu kritik pedas. Banyak yang menilai, alih-alih membentuk panitia baru yang rawan miskomunikasi, seharusnya pelaksanaan peringatan HUT RI cukup dikoordinasikan langsung oleh pihak kecamatan dengan dukungan kelurahan.
Seorang peserta upacara berkomentar, “Kami menunggu sekitar 15 menit. Kalau bukan karena warga, mungkin pengibaran gagal. Jadi apa fungsi panitia kalau hal sepenting bendera saja bisa terlupakan?”
Peristiwa ini menjadi bahan refleksi. Pembentukan panitia lokal mestinya memperkuat persiapan, bukan malah menciptakan masalah. Merah Putih bukan sekadar kain, melainkan simbol kehormatan bangsa yang tidak boleh dipermalukan hanya karena lemahnya koordinasi