Soppeng – Desa Laringgi, Kecamatan Marioriawa, Kabupaten Soppeng, sebuah peristiwa bersejarah bagi kebudayaan lokal Sulawesi Selatan resmi digelar: pembukaan Kampung Budaya dan Sikola Bahasa Wanua Ade’.
Acara ini dihadiri oleh pendiri, wakil bupati Kab. Soppeng, pemuda-pemudi lokal, akademisi, dan masyarakat umum yang datang untuk menyaksikan lahirnya ruang baru bagi pelestarian identitas budaya dan bahasa.
Dibuka dengan ritual penghormatan adat, suasana terasa sakral dan hangat. Langit yang cerah, alunan musik tradisional, dan tarian paduppa’ menambah kesan khidmat. Kampung ini bukan sekadar simbol, melainkan sebuah gerakan untuk menghidupkan kembali nilai-nilai lokal yang selama ini nyaris terkikis zaman.
Dalam sambutannya, Prof. Andi Suriyaman Mustari Pide Selaku pendiri dan pemerhati budaya lokal (Bugis) Wanua Ade’ bukan hanya tempat belajar budaya dan bahasa. Ini adalah ruang untuk menghidupi kembali apa yang diwariskan oleh leluhur—mulai dari cara bertutur, berpakaian, berinteraksi, hingga menghargai alam.”
“Salah satu unit utamanya adalah Sikola Bahasa yang hari ini kita resmikan, sebuah program kursus bahasa asing, terutama Bahasa Inggris, yang dirancang ala boarding school. Namun berbeda dari kursus konvensional, Sikola Bahasa ini di bangun dengan fondasi budaya lokal. Di sini, para peserta didik tidak hanya belajar grammar dan vocabulary, tetapi juga menyelami nilai-nilai luhur adat budaya kita. Mereka dilatih untuk berbicara dalam bahasa dunia, namun dengan hati dan etika orang Sulawesi Selatan yang berani, santun, dan berkarakter”. Lanjutnya
Di lain sisi, kegiatan ini juga mendapatkan dukungan penuh oleh pemerintah kabupaten Soppeng melalui, sambutannya wakil bupati Soppeng Ir. Selle KS Dalle menyatakan bahwa pemerintah sangat mendukung gagasan ini dengan melihat modernitas dewasa ini banyak generasi penerus yang mulai kehilangan adab serta melupakan budaya-budaya lokal.
Kampung Budaya dan Sikola Bahasa Wanua Ade’ dibangun di atas semangat untuk melestarikan budaya (Bugis) bagi generasi penerus. Di dalamnya, pengunjung akan menjumpai rumah tradisional, panggung pertunjukan, sanggar seni, dan Sekolah (Sikola) bahasa yang mengajarkan bahasa asing (Inggris) dan membudayakan kembali Bahasa Bugis.
Kehadiran 4 Rumah adat sulawesi sebagai representasi empat adat yang ada di Sulawesi Selatan dirancang untuk membangkitkan memori kolektif akan kehidupan tradisi yang selaras dengan alam dan nilai-nilai adat.
Yang membuat kampung ini istimewa adalah komitmennya terhadap bahasa asing dan lokal Di beberapa titik, papan informasi ditulis dalam tiga bahasa: Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia dan Bahasa Bugis. Para siswa diajak belajar dan menggunakan kembali bahasa ibu mereka dalam kegiatan sehari-hari juga para siswa diharuskan mengenakan pakaian (sarung) dalam setiap kegiatan dan selama berada di dalam kompleks kampung budaya Wanua Ade’.
Peresmian ini juga dimeriahkan oleh pementasan tari dan teater, serta pemutaran film dokumenter ASE dari Komunitas Literasi Sekolah Rakyat kebudayaan yang melibatkan lintas generasi. Banyak pengunjung yang larut dalam suasana nostalgia, namun juga bersemangat karena melihat arah baru yang lebih kokoh bagi warisan budaya lokal.
Dengan hadirnya Kampung Budaya dan Bahasa Wanua Ade’, masyarakat sekitarnya kini memiliki rumah bersama untuk menjaga, merawat, dan membagikan kekayaan identitas mereka kepada dunia. Ini bukan sekadar kampung budaya—ini adalah napas hidup dari leluhur yang terus dilanjutkan.