SELAYAR | POROSTENGAH.COM – Dugaan pembagian tempe berjamur dalam Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) di Kabupaten Kepulauan Selayar terus melebar. Jika sebelumnya kasus ini dilaporkan terjadi di UPT SDI Nomor 80 Kepulauan Selayar, kini dugaan serupa juga muncul di UPT SDN Padang Nomor 03 Kepulauan Selayar pada hari dan tanggal yang sama, 16 Oktober 2025.
Seorang tenaga pendidik yang identitasnya tidak ingin di sebut pada UPT SDN Padang 03 Kepulauan Selayar membenarkan peristiwa itu. “Iyyye, bersamaan itu hari, yang di SD Tanabau,” ujarnya saat dikonfirmasi porostengah.com, Jumat, 7 November 2025.
Sebelumnya, pihak UPT SDI Tanabau Nomor 80 Kepulauan Selayar mencatat tempe dalam menu MBG yang diterima sekolah ditemukan dalam kondisi berjamur dan berbau. Dalam berita acara penerimaan makanan, tercantum catatan khusus: “Tempe sudah membusuk dan berjamur.”
Salah seorang guru di sekolah itu menyebut beberapa siswa sempat muntah setelah menyantap makanan dari program tersebut. “Setelah diperiksa, tempenya memang sudah berjamur dan berbau,” katanya, Kamis, 6 November 2025.
Namun, tudingan itu dibantah pengelola Satuan Pelaksana Pemenuhan Gizi (SPPG) Bontobangun, sekaligus ASN Pemkab Kepulauan Selayar Andi Asling. Ia menegaskan bahwa informasi yang beredar di publik merupakan kesalahpahaman. “Tidak benar dan tidak etis jika kami membagikan makanan yang dapat merugikan penerima manfaat,” ujarnya.
Menurut Asling, foto-foto yang tersebar di media sosial tidak menunjukkan makanan yang didistribusikan, melainkan sisa makanan yang sudah dibuang ke tempat pembuangan. “Itu sampah, bukan paket makanan yang kami kirim,” katanya menegaskan. Seperti yang di beritakan pada media lokal Sebelumnya.
Kabar tempe berjamur di dua sekolah ini memicu pertanyaan publik tentang mutu dan pengawasan pelaksanaan program MBG. Program yang seharusnya menjamin gizi anak sekolah justru menimbulkan kekhawatiran akan kualitas bahan makanan yang disediakan.
Pemerintah daerah diminta menelusuri dugaan kelalaian di lapangan. Tanpa langkah investigasi yang jelas, kasus ini berisiko hanya menjadi polemik sesaat antara fakta lapangan dan anggapan isu liar yang dibiarkan berputar di ruang publik.

















