SELAYAR | POROSTENGAH.COM – Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Kepulauan Selayar melayangkan surat resmi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia. Surat bernomor 070/DPD-LIRA/VII/SLY/2024 itu berisi laporan dugaan adanya praktik persekongkolan terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) dalam pelaksanaan sejumlah proyek pembangunan jaringan irigasi dan embung di Kabupaten Kepulauan Selayar sejak tahun 2016 hingga 2022.
Laporan tersebut ditujukan langsung kepada Ketua KPK RI di Jakarta, tertanggal 11 Juli 2024, dan ditandatangani oleh Ahmad Zulkarnain, B.Sc., selaku Bupati LIRA Kepulauan Selayar.
Dalam surat itu, LIRA Selayar mengungkapkan dugaan adanya penyimpangan besar-besaran dalam kegiatan pembangunan jaringan irigasi dan embung yang bersumber dari anggaran Balai Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang (BWSPJ) Sulawesi Selatan di bawah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Total nilai proyek yang dilaporkan mencapai sekitar Rp176,083 miliar, dengan sejumlah pekerjaan yang disebutkan tidak berfungsi sebagaimana mestinya di lapangan.
Berikut beberapa proyek yang disebutkan dalam laporan LIRA Kepulauan Selayar:
1. Pembangunan Jaringan Irigasi di Balokboro, Desa Lembangbaji, Kecamatan Pasimasunggu Timur tahun 2016 senilai Rp10,3 miliar oleh CV DYAN NUGRAHA SAOTARNE (tidak berfungsi).
2. Pembangunan Embung Serbaguna Kepulauan Selayar tahun 2017 senilai Rp13,4 miliar oleh PT MITRA AIYANGGA NUSANTARA (tidak berfungsi).
3. Pembangunan Embung Serbaguna Pulau Jampea, Kecamatan Pasimasunggu tahun 2017 senilai Rp15,7 miliar oleh PT MARI BANGUN NUSANTARA (tidak berfungsi).
4. Jaringan Irigasi Sekunder di Balokboro, Kecamatan Pasimasunggu Timur tahun 2017 senilai Rp20 miliar oleh PT IKA ANUGRAH NUSANTARA (tidak berfungsi).
5. Pembangunan Intake dan Jaringan Air Baku, Kecamatan Bontomatene tahun 2017 senilai Rp15,6 miliar oleh PT PINAR JAYA PERKASA (tidak berfungsi).
6. Embung Serbaguna Mare-Mare, Kecamatan Bontomanai tahun 2018 senilai Rp12,1 miliar oleh PT MARI BANGUN NUSANTARA (tidak berfungsi).
7. Jaringan Irigasi Sekunder (lanjutan) Balokboro tahun 2018 senilai Rp9,9 miliar oleh PT ARYA GRAHA PUTRATAMA (tidak berfungsi).
8. Pembangunan Jaringan Air Baku Bontoborusu, Kecamatan Bontoharu tahun 2019 senilai Rp4,9 miliar oleh PT FIKRI BANGUN PERSADA (tidak berfungsi).
9. Embung Binanga Parra, Kecamatan Pasimasunggu tahun 2019 senilai Rp5 miliar oleh PT CAHAYA BERLIAN INDAH (tidak berfungsi).
10. Embung Bonea Timur, Kecamatan Bontomanai tahun 2019 senilai Rp14,4 miliar oleh PT MARI BANGUN NUSANTARA (tidak berfungsi).
11. Jaringan Air Baku Bontoborusu, Kecamatan Bontoharu tahun 2019 senilai Rp4,8 miliar oleh CV TIRSA DWI GUNA (tidak berfungsi).
12. Pemeliharaan Berkala Embung Binanga Bakka, Desa Bontosaille tahun 2019 senilai Rp791 juta oleh CV RIZAL JAYA KONSTRUKSI (tidak berfungsi).
13. Pemeliharaan Embung Binanga Parra, Desa Teluk Kampe tahun 2019 senilai Rp791 juta oleh CV KAREZO MANDIRI (tidak berfungsi).
14. Embung Serbaguna Dolok Desa Bontobaru, Kecamatan Pasimasunggu Timur tahun 2020 senilai Rp8,9 miliar oleh CV NOBIKEL JAYA KONSTRUKSI (tidak berfungsi).
15. Embung Serbaguna Bonea Timur, Kecamatan Bontomanai tahun 2021 senilai Rp9,9 miliar oleh PT MARI BANGUN NUSANTARA (tidak berfungsi).
16. Embung Serbaguna Desa Bontotangnga, Kecamatan Bontoharu tahun 2022 senilai Rp9,9 miliar oleh CV TIRSA DWI GUNA (tidak berfungsi).
Dalam laporannya, Ahmad Zulkarnain menegaskan bahwa banyak proyek tersebut diduga hanya dijadikan formalitas oleh oknum kontraktor yang menggunakan bendera perusahaan lain tanpa hasil yang bisa dimanfaatkan masyarakat.
“Kami menemukan adanya dugaan persekongkolan secara terstruktur, sistematis, dan masif, baik di tahap lelang maupun dalam penyelesaian pekerjaan di lapangan. Bahkan sebagian besar proyek itu tidak berfungsi sama sekali,” tulis Ahmad Zulkarnain dalam surat tersebut.
LIRA juga menyoroti lemahnya pengawasan oleh pihak Balai Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang (BWSPJ) bersama Satker SNPT pelaksana jaringan sumber air, yang menyebabkan banyak proyek terbengkalai dan tidak memberikan manfaat bagi masyarakat.
“Kami meminta KPK segera turun ke lapangan untuk melihat langsung kondisi proyek-proyek tersebut di Kepulauan Selayar, karena nilai anggarannya mencapai lebih dari Rp176 miliar,” tegas Ahmad.
Surat itu ditembuskan pula kepada Presiden LIRA di Jakarta, Pengawas KPK, dan Bagian Penindakan KPK di Jakarta.