Porostengah.com, Parepare – Arah gerakan Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) adalah untuk mewujudkan tatanan sosial yang kondusif bagi perkembangan pelajar. IPM hadir sebagai ruang berproses bagi setiap pelajar untuk mempertajam khazanah keilmuan serta memiliki karakter berpikir kritis, seperti yang dicita-citakan dalam konsep perkaderan era baru yang dicanangkan oleh Pimpinan Pusat IPM. Kehadiran IPM mampu menjadi angin segar demi terbentuknya generasi emas yang memiliki soft skill, sehingga mampu bersaing di lingkup internal maupun eksternal IPM.
Belum basi rasanya arahan dari Ketua Umum PWM Sulsel pada saat membawakan amanat di forum Rakerwil PWIPM Sulsel di Jenneponto, dalam hal ini Prof. Ambo, yang mengatakan bahwa “seharusnya IPM memasifkan perkaderan dan tidak boleh goyang. Jangan mengorbankan organisasi hanya karena jabatan, apalagi mengorbankan prinsip hanya karena harta. Prinsip yang harus kita pegang adalah jujur, amanah, dan fathanah”.
Kemudian, di forum yang sama, narasi politik dari Ketua Umum PW IPM Sulsel menyatakan sikap politik tegak lurus bersama Pemuda Muhammadiyah. Pernyataan ini tidak seharusnya diucapkan oleh seorang Ketua Umum PW IPM Sulsel di forum Rakerwil. Melihat urgensi kegiatan tersebut, yang seharusnya membahas tentang arah gerak idealis PW IPM Sulsel selama satu periode ke depan, sangat disayangkan narasi tersebut telah mencoreng substansi forum Rakerwil.
Tak cukup sampai di situ, narasi politik ini semakin ditegaskan dengan adanya pernyataan sikap dari Sekretaris Bidang Organisasi PW IPM Sulsel secara gamblang di media sosial (Instagram) yang mendukung salah satu calon kepala daerah dengan menggunakan atribut organisasi.
Menurut hemat saya, tentunya tidak ada larangan individu untuk mendukung calon tertentu, karena setiap orang memiliki hak untuk menentukan pilihan politiknya. Namun, jika dukungan tersebut dilakukan dengan menggunakan atribut organisasi dan diposting di media sosial, hal ini berpotensi membentuk stigma sosial. Ini dapat membuat masyarakat, terutama kader-kader muda IPM, melihat organisasi kita sebagai objek yang berafiliasi dengan partai politik. Apakah ini tidak dapat menimbulkan konflik baru bagi integritas dan tujuan IPM?
Yang kita ketahui bersama, Kader IPM tidak seharusnya ikut andil secara proaktif dalam kegiatan praktik politik dalam bentuk apa pun, karena dapat mencederai ideologi dasar IPM itu sendiri. Keterlibatan ini dapat mengaburkan tujuan utama dan prinsip yang selama ini dipegang teguh oleh IPM. dan tentunya salah satu prinsip ber-IPM adalah tidak ikut andil dalam gerakan politik praktis dengan membawa identitas IPM.
Keberadaan Kader Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) di tengah masyarakat politik berfungsi sebagai kontrol sosial bagi para pelaku politik. Peran penting IPM dalam keberlangsungan tatanan politik terletak pada kemampuannya untuk mensosialisasikan pentingnya kesadaran bernegara, terutama dalam pemilihan kepala daerah yang didasarkan pada kelayakan visi dan misi calon. Hal ini merupakan langkah mendasar yang dapat dilakukan oleh IPM.
Dalam situasi seperti ini, penting bagi Ayahanda PWM Sulsel untuk memberikan ultimatum kepada kader-kader yang terlibat aktif dalam praktik politik, yang secara sadar mencoreng ideologi dasar Muhammadiyah. Kami, kader IPM Sulsel, menaruh harapan besar pada setiap regulasi yang diputuskan oleh Pimpinan Wilayah IPM Sulsel, di mana regulasi tersebut diharapkan dapat memberikan umpan balik positif bagi kader-kader IPM Sulsel.
Sebagai salah satu kader IPM Sulsel yang aktif di tingkatan daerah, saya merasa cemas dengan huru-hara yang sedang terjadi di tubuh Pimpinan Wilayah IPM Sulsel. Mendiami keadaan ini sama saja dengan mengamini setiap ketimpangan di tubuh pimpinan. Bukankah kecemasan itu hadir sebagai bentuk kepedulian? Maka dari itu, penting rasanya menampakkan kepedulian itu dengan memberikan sedikit banyaknya pengingat kepada para pimpinan yang saya anggap telah mampu menimbang setiap tindakan yang mereka buat.