Porostengah.com, Selayar – Dugaan praktik pungutan liar (pungli) kembali mencuat di Pelabuhan Benteng Jampea, Kabupaten Kepulauan Selayar. Sorotan tajam tertuju pada lonjakan tarif yang tidak masuk akal serta absennya petugas resmi dari PT Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (ASDP) di lapangan.
Peristiwa ini terjadi pada Februari 2025 lalu, saat sejumlah kendaraan alat berat hendak diberangkatkan menuju Pelabuhan Pattumbukang Selayar. Berdasarkan dokumen yang diperoleh redaksi, total transaksi mencapai Rp59.820.000, dengan rincian sebagai berikut:
1. Golongan IX: Rp13.500.000 × 3 = Rp40.500.000
2. 2 unit Golongan VII: Rp8.280.000 × 2 = Rp16.560.000
3. 2 unit Golongan V: Rp1.380.000 × 2 = Rp2.760.000
Padahal, untuk Gol IX RP.6.653.000. tertera di tiket per unit. Namun, pihak ASDP diduga membebankan biaya tiga kali lipat, tanpa penjelasan ataupun dasar hukum yang jelas.
Tak hanya soal tarif mencurigakan, keberadaan petugas resmi ASDP pun menjadi tanda tanya. Nama Gufron, petugas organik ASDP yang disebut-sebut bertanggung jawab atas pemuatan dan penjualan tiket, tidak pernah terlihat bertugas di lokasi. Sebagai gantinya, posisi penting diisi oleh tenaga outsourcing (OS) yang tidak jelas status dan tanggung jawabnya.
“Yang kami lihat di lapangan bukan petugas resmi. Bahkan tidak diketahui siapa yang bertanggung jawab atas transaksi tiket dan penempatan kendaraan di kapal,” ungkap salah satu sumber yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Menanggapi hal ini, Ketua LSM Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Kabupaten Kepulauan Selayar melalui Humas Nurka menyatakan kecaman keras. Ia menilai situasi ini bukan sekadar pelanggaran prosedur, melainkan indikasi penyalahgunaan wewenang.
“Kami minta aparat penegak hukum dan lembaga pengawasan segera turun tangan. Jangan sampai publik terus menjadi korban praktik kotor seperti ini,” tegasnya
Hingga berita ini dirilis, belum ada tanggapan resmi dari pihak ASDP mengenai dugaan pungli maupun kejelasan struktur operasional di Pelabuhan Benteng Jampea. (Tim)