Refleksi Netralitas Pimpinan Daerah IPM Kota Makassar: Antara Independensi dan Keberpihakan

 

Porostengah.com, Makassar-Keterlibatan pimpinan daerah Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) Kota Makassar dalam manuver politik, terutama dalam konteks Pilkada, menimbulkan keprihatinan mendalam. Sebagai organisasi pelajar yang bernaung di bawah Muhammadiyah, IPM seharusnya menjadi pilar pengembangan intelektual, moral, dan karakter generasi muda Islam. Tujuan utama IPM adalah membentuk kader-kader muda yang cerdas, berakhlak mulia, serta berintegritas dalam setiap langkahnya. Namun, ketika pimpinan organisasi ini mulai terlibat dalam politik praktis, terutama pada kontestasi Pilkada, nilai-nilai idealisme yang selama ini dipegang teguh bisa saja tergeser dan memicu keraguan terhadap integritas organisasi.

 

Degradasi Idealisme dan Independensi Organisasi

 

IPM, sebagai organisasi kepelajaran, memiliki peran strategis dalam membina pelajar untuk berpikir kritis, kreatif, dan konstruktif. Dengan landasan nilai-nilai Islam, IPM seharusnya menjadi tempat di mana generasi muda dididik untuk mengedepankan etika dan moral dalam kehidupan mereka. Namun, ketika pimpinan organisasi terlibat dalam politik praktis, terutama dalam Pilkada, hal ini menimbulkan masalah besar.

 

Pertama, keterlibatan dalam politik praktis berisiko besar menggerus independensi organisasi. IPM selama ini dikenal sebagai organisasi pelajar yang netral, tidak terikat pada kepentingan politik manapun. Netralitas ini adalah fondasi yang memungkinkan IPM untuk diterima oleh berbagai kalangan, baik dalam lingkungan internal Muhammadiyah maupun di luar organisasi. Ketika pimpinan IPM memutuskan untuk bermanuver dalam Pilkada, netralitas tersebut bisa runtuh. Orang-orang akan mulai melihat IPM bukan lagi sebagai organisasi yang murni memperjuangkan pendidikan, melainkan sebagai alat politik.

 

Selain itu, manuver politik semacam ini dapat menciptakan konflik internal dalam organisasi. Tidak semua anggota IPM mendukung atau sepakat dengan keterlibatan pimpinan mereka dalam Pilkada. Ada risiko besar bahwa perpecahan akan muncul, baik di kalangan kader maupun pengurus. Mereka yang tidak setuju dengan langkah tersebut mungkin merasa organisasi telah diselewengkan dari jalurnya, sementara yang lain bisa merasa diabaikan karena kepentingan politik lebih diutamakan dibandingkan kepentingan pembinaan pelajar.

 

 

 

Dampak pada Pendidikan Moral dan Kaderisasi

 

Tugas utama IPM adalah mendidik dan membentuk generasi muda yang berkarakter kuat, cerdas, dan bertanggung jawab. Keterlibatan dalam politik praktis mengaburkan tujuan ini. Sebagai organisasi pelajar, IPM seharusnya menjauhkan diri dari politik praktis dan fokus pada misi pendidikannya, yakni melahirkan kader yang kritis namun tetap berpegang teguh pada prinsip-prinsip moral dan agama.

 

Mirisnya, keterlibatan pimpinan daerah IPM dalam Pilkada memberikan contoh yang salah kepada para pelajar. Para pelajar yang menjadi bagian dari IPM seharusnya melihat organisasi ini sebagai tempat untuk belajar dan berkembang tanpa harus terlibat dalam urusan politik praktis. Namun, ketika pimpinan organisasi justru terlibat dalam politik, hal ini bisa memberikan kesan bahwa berorganisasi adalah jalan untuk mencari kekuasaan dan jabatan, bukan untuk berjuang demi kemaslahatan umat.

 

Selain itu, keterlibatan politik praktis dari pimpinan IPM juga berpotensi melunturkan semangat pengabdian yang selama ini menjadi ruh organisasi. Sebagai organisasi kepelajaran, IPM harusnya membentuk kader yang berorientasi pada pengabdian kepada masyarakat, bukan mengejar ambisi politik. Ketika pimpinan organisasi mulai aktif di Pilkada, fokus kaderisasi pun bisa teralihkan. Para anggota IPM mungkin akan melihat pimpinan mereka sebagai figur yang lebih mengutamakan kepentingan pribadi dan politik dibandingkan membina dan mengembangkan potensi kader.

 

Dampak Jangka Panjang pada Reputasi IPM dan Muhammadiyah

 

Tindakan pimpinan daerah IPM Kota Makassar yang terlibat dalam manuver Pilkada tidak hanya merugikan IPM secara internal, tetapi juga bisa berdampak negatif pada reputasi Muhammadiyah secara keseluruhan. Muhammadiyah sebagai organisasi besar memiliki reputasi yang kuat sebagai gerakan Islam yang independen dan berfokus pada pengembangan pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan sosial. Jika IPM, yang merupakan bagian dari Muhammadiyah, terseret dalam arus politik praktis, hal ini akan merusak citra independensi Muhammadiyah di mata publik.

 

Masyarakat dan stakeholder Muhammadiyah, baik di tingkat lokal maupun nasional, mungkin mulai meragukan komitmen IPM dan Muhammadiyah terhadap misi sosial dan pendidikannya jika organisasi ini terlibat dalam politik praktis. Lebih jauh lagi, hal ini bisa menciptakan kesan bahwa Muhammadiyah telah kehilangan arah dan terseret dalam permainan politik yang tidak sehat. Hal ini tentu sangat merugikan bagi Muhammadiyah yang selama ini dikenal sebagai organisasi yang berintegritas dan berkomitmen terhadap nilai-nilai Islam dan kemanusiaan.

 

Perlunya Refleksi dan Langkah Serius

 

Melihat fenomena ini, refleksi mendalam sangat dibutuhkan, baik di kalangan internal IPM maupun Muhammadiyah. Para pimpinan harus menyadari bahwa keterlibatan dalam politik praktis hanya akan membawa dampak negatif jangka panjang bagi organisasi dan para kadernya. Langkah serius perlu diambil untuk menjaga kemurnian gerakan pelajar ini dari pengaruh politik yang hanya akan melemahkan idealisme dan integritasnya.

 

Salah satu langkah penting adalah memperkuat pendidikan kader di IPM, baik dalam hal keilmuan, spiritualitas, maupun moralitas. Para pimpinan harus kembali menegaskan komitmen mereka terhadap tujuan-tujuan organisasi yang mulia, yakni menciptakan generasi muda yang berkualitas tanpa harus terlibat dalam kontestasi politik. Selain itu, Muhammadiyah sebagai organisasi induk harus tegas dalam memberikan arahan dan pedoman yang jelas kepada para pimpinan IPM agar tidak tergoda untuk terjun dalam politik praktis.

 

Dengan menjaga kemurnian tujuan organisasi, IPM dapat terus menjadi wadah bagi para pelajar untuk tumbuh dan berkembang sebagai pemimpin masa depan yang berintegritas, cerdas, dan berakhlak mulia. Hanya dengan demikian, IPM bisa kembali ke jalurnya sebagai organisasi yang netral, independen, dan berdedikasi pada pengembangan generasi muda tanpa terpengaruh oleh kepentingan politik yang sempit.

Dalih dari Sekretaris Umum PD IPM Kota Makassar, yang menyatakan bahwa “Saya harap teman-teman lebih aware menjelang masa pemilihan ini. Kita beda dengan Pemuda yg bisa terang terangan keberpihakannya. Belum ada dan tidak pernah ada konsent di PD IPM yang menyatakan keberpihakan.”

Tolong teman teman lebih aware seolah ingin menegaskan bahwa organisasi masih memegang teguh netralitas dan independensi dalam menghadapi Pilkada. Ia mengingatkan kepada anggota agar lebih berhati-hati (aware) menjelang masa pemilihan, dan menegaskan bahwa IPM berbeda dengan organisasi Pemuda yang bisa secara terang-terangan menunjukkan keberpihakannya. Namun, pernyataan ini, meskipun dimaksudkan untuk meredakan kekhawatiran, tetap menimbulkan keraguan bagi banyak pihak.

Di satu sisi, pernyataan ini dapat dipandang sebagai bentuk komitmen untuk menjaga posisi netral IPM dalam politik praktis. Sekretaris Umum seolah ingin memastikan bahwa tidak ada instruksi resmi atau konsensus dari pimpinan yang mengarahkan dukungan politik pada calon tertentu. Namun, di sisi lain, adanya dugaan keterlibatan pimpinan dalam manuver Pilkada di tingkat lokal membuat pernyataan ini terasa kurang meyakinkan bagi beberapa kalangan.

Penekanan pada kata “aware” bisa diartikan sebagai seruan untuk lebih waspada terhadap dinamika politik di sekeliling, namun hal ini juga bisa diinterpretasikan sebagai sinyal adanya kekhawatiran internal terkait kemungkinan pelanggaran netralitas. Hal ini memperlihatkan adanya ketegangan antara keinginan menjaga integritas organisasi dan realitas bahwa beberapa individu di dalamnya mungkin terlibat dalam politik praktis, secara terang-terangan atau terselubung.

Pernyataan tersebut seharusnya menjadi pengingat penting bagi semua anggota IPM untuk tetap berpegang teguh pada nilai-nilai organisasi yang murni dan idealis, serta menjauhkan diri dari segala bentuk keterlibatan dalam kontestasi politik. Namun, di tengah kekhawatiran yang muncul akibat manuver yang dilakukan pimpinan tertentu, langkah lebih konkrit untuk menjaga netralitas organisasi perlu ditunjukkan agar IPM tetap dapat dipercaya sebagai organisasi pelajar yang fokus pada pengembangan pendidikan, moral, dan spiritual tanpa terpengaruh oleh kepentingan politik. (Salah Satu Kader IPM Kota Makassar)

Bawaslu Selayar Palopo Pilwalkot

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!