PMB UM Bulukumba BRI KCP RATULANGI
BRI KCP RATULANGI
Opini  

80 Tahun Indonesia: Terjajah oleh Ekonomi, Lumpuh oleh Hukum

POROSTENGAH.COM – Delapan puluh tahun setelah proklamasi, kemerdekaan Indonesia masih menyisakan ironi. Negara ini berdiri tegak sebagai republik berdaulat, tetapi tersandera oleh dua kekuatan yang seharusnya menjadi penopang: ekonomi dan hukum. Keduanya justru kerap menjadi alat penundukan baru.

Dalam bidang ekonomi, Indonesia belum sepenuhnya keluar dari jebakan kolonialisme gaya modern. Struktur ekonomi nasional masih bertumpu pada ekspor bahan mentah dan konsumsi, bukan pada penguasaan teknologi dan industri bernilai tambah. Kekayaan alam dikelola melalui kontrak jangka panjang yang lebih menguntungkan korporasi besar ketimbang negara. Rakyat di sekitar sumber daya tetap miskin, sementara keuntungan mengalir ke pusat modal.

Bank BRI Kas Summarecon BRI KCP Ratulangi PT. MASMINDO DWI AREA BROSUR PMB UM BULUKUMBA 2025

Ketergantungan pada utang luar negeri mempersempit ruang kedaulatan fiskal. Anggaran negara bekerja keras membayar bunga dan cicilan, sementara pendidikan, kesehatan, dan perlindungan sosial terus diketatkan. Dalam situasi ini, kebijakan ekonomi sering kali bukan lahir dari kebutuhan rakyat, melainkan dari tekanan pasar dan lembaga keuangan global. Indonesia merdeka, tetapi tidak sepenuhnya berdaulat dalam menentukan arah ekonominya.

Masalah ekonomi ini diperparah oleh lemahnya hukum. Hukum yang seharusnya menjadi penyangga keadilan justru sering berfungsi sebagai aksesoris kekuasaan. Kasus-kasus besar yang menyangkut keuangan negara kerap berjalan lambat, berujung ringan, atau hilang tanpa kejelasan. Sebaliknya, pelanggaran kecil rakyat cepat diproses tanpa kompromi.

Ketika hukum dapat dinegosiasikan, keadilan berubah menjadi barang mahal. Kepastian hukum melemah, kepercayaan publik runtuh, dan negara kehilangan wibawa. Dalam kondisi seperti ini, hukum tidak lagi melindungi rakyat dari ketidakadilan ekonomi, tetapi justru membiarkan ketimpangan tumbuh subur.

Kombinasi ekonomi yang timpang dan hukum yang lemah menciptakan bentuk penjajahan baru. Tidak ada tentara asing, tidak ada bendera penjajah. Yang ada adalah sistem yang membuat negara sulit berpihak pada rakyatnya sendiri. Penjajahan ini bekerja senyap, legal, dan sering kali dibungkus jargon pembangunan.

Menyebut kondisi ini sebagai “penjajahan” bukanlah provokasi, melainkan refleksi. Kemerdekaan tidak berhenti pada pengakuan kedaulatan, tetapi menuntut keberanian negara menguasai sumber daya, menegakkan hukum tanpa pandang bulu, dan menempatkan kesejahteraan rakyat sebagai tujuan utama.

Jika pada usia 80 tahun ekonomi masih dikuasai segelintir elite dan hukum gagal menjadi alat keadilan, maka kemerdekaan Indonesia masih setengah jalan. Pertanyaannya bukan lagi kapan kita merdeka, melainkan siapa yang menikmati kemerdekaan itu selama delapan dekade terakhir. (RED)

PT. MASMINDO DWI AREA
PMB UM BULUKUMBA
error: Content is protected !!