‎Nelayan Takabonerate Kritik Aturan Baru PKS Balai Taman Nasional

Porostengah.com, Selayar – Sejumlah nelayan di kawasan Takabonerate, Kepulauan Selayar, mengeluhkan kebijakan baru Balai Taman Nasional (TN) Takabonerate yang mewajibkan adanya Perjanjian Kerja Sama (PKS) dalam aktivitas perikanan. Mereka menilai aturan tersebut memperumit proses perizinan dan membuka peluang praktik pungutan liar.

‎Protes tersebut mencuat setelah sejumlah nelayan mengaku kesulitan mengurus izin karamba meski telah memenuhi persyaratan operasional dari pemerintah pusat. Mereka juga mengungkap adanya indikasi permintaan setoran uang rutin oleh oknum tertentu untuk memperlancar perizinan.

Bupati dan Wakil Bupati Luwu 2025 - 2030 iklan berbayar Pengumuman KPU Selayar Bupati dan Wakil Bupati Terpilih Pilkada 2024 Dirgahayu 27 Tahun Masmindo Dwi Area Pengumuman Pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota Palopo Tahun 2024 Pasca Putusan MK

‎Saiful Bahri, pelaksana karamba di Desa Tarupa, mengatakan, upaya membangun karamba dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. Namun, administrasi yang berbelit justru menghambat inisiatif tersebut.

‎”Saya membangun karamba untuk masyarakat, bukan untuk kepentingan pribadi. Tapi kalau harus setor bulanan, ini sudah di luar tujuan itu,” ujar Saiful, Senin (28/4).

‎Saiful menyebut, setelah mengajukan berkas usulan kelompok nelayan Anak Sapak ke Balai TN Takabonerate, ia diminta melengkapi dokumen tambahan tanpa kejelasan. Di tengah proses itu, ia mengaku mendapat tekanan dari oknum agar membayar setoran rutin ke beberapa instansi.

‎Selain soal izin, Saiful mengungkapkan pungutan liar ini berdampak pada harga jual ikan, yang kini hanya mencapai Rp100.000 hingga Rp150.000 per satuan, jauh di bawah harga ideal Rp150.000–Rp200.000.

‎Nelayan juga menyoroti maraknya penggunaan bius dalam aktivitas perikanan di kawasan konservasi. Saiful mendesak pihak berwenang menindak tegas para pemasok bahan bius yang disebut menjadi sumber kerusakan ekosistem.

‎Sementara itu, Kepala Balai TN Takabonerate, Ali Bahri, menjelaskan bahwa kebijakan PKS diterapkan untuk memastikan aktivitas perikanan tetap ramah lingkungan. Menurutnya, karamba ilegal rawan digunakan untuk menampung ikan hasil pembiusan.

‎”Karamba tanpa izin merusak ekosistem dan tidak bisa dibiarkan,” kata Ali.

‎Ia menegaskan, hanya kelompok yang telah mengajukan usulan dan memperoleh persetujuan dari Dirjen KSDAE yang diizinkan beroperasi, dengan kewajiban menandatangani PKS sebagai bentuk komitmen menjaga keberlanjutan kawasan konservasi.

‎Saiful berharap, pemerintah dapat memperbaiki sistem perizinan dan memberantas praktik pungli agar masyarakat pesisir dapat menjalankan usaha secara adil dan berkelanjutan.

Bawaslu Selayar Palopo Pilwalkot

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!