Nelayan Takabonerate Terkepung Krisis Solar

Porostengah.com,  Selayar — Di perairan jernih kawasan Taman Nasional Takabonerate, nelayan menggantungkan hidup dari laut yang saban hari mereka arungi. Namun, sejak beberapa tahun terakhir, bukan ikan yang menjadi kekhawatiran utama mereka, melainkan solar.

Bahan bakar jenis solar menjadi barang langka sekaligus mahal di enam desa utama nelayan di Kepulauan Taka Bonerate, Kabupaten Kepulauan Selayar. Data yang dihimpun menunjukkan kebutuhan solar nelayan di wilayah ini tembus lebih dari 31.000 liter setiap bulan. Rajuni menempati peringkat teratas dengan konsumsi 9.250 liter per bulan, disusul Jinato (7.750 liter), Tarupa (5.800 liter), dan Pasitallu (3.175 liter). Total ada 2.107 nelayan dan 1.369 perahu yang menggantungkan hidup pada bahan bakar itu.

iklan berbayar Pengumuman KPU Selayar Bupati dan Wakil Bupati Terpilih Pilkada 2024 Dirgahayu 27 Tahun Masmindo Dwi Area Pengumuman Pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota Palopo Tahun 2024 Pasca Putusan MK

Solar bukan cuma langka, tapi juga mahal. Harganya di lapangan bisa mencapai Rp13 ribu per liter, jauh dari harga subsidi. “Dalam sehari, satu perahu bisa habiskan 10 hingga 25 liter solar,” ujar salah satu nelayan di Jinato. Artinya, ongkos melaut bisa menembus ratusan ribu rupiah per hari. Di tengah hasil tangkapan yang tidak menentu, beban ini makin berat.

Masalah tidak berhenti di situ. Distribusi solar sepenuhnya bergantung pada pihak luar. Pembeli ikan dari Sinjai dan Bulukumba datang dengan perahu besar, membawa solar, sembako, hingga alat tangkap. Ketergantungan ini menciptakan pola relasi yang timpang. Para nelayan tak punya pilihan selain bergantung pada pasokan dari luar pulau, karena distribusi resmi dari ibu kota kabupaten, Benteng Selayar, masih minim.

“Ini ketergantungan struktural. Tidak sehat bagi ekonomi lokal,” kata Arsil Ihsan, legislator NasDem dari Selayar. Ia berkali-kali menyuarakan pentingnya pembentukan Unit Penyalur BBM Nelayan (UPBN) di titik-titik padat nelayan seperti Takabonerate. Namun, hingga kini, usulan itu belum digubris serius.

Arsil menyebutkan subsidi distribusi dari pusat kabupaten bisa menjadi solusi jangka pendek, mengingat mahalnya ongkos logistik antar-pulau. Namun tantangan lain menanti: kawasan ini berada dalam wilayah konservasi Taman Nasional Takabonerate yang dikelola oleh balai konservasi. Aktivitas nelayan diatur ketat, tetapi tidak dibarengi dengan jaminan dukungan logistik dan infrastruktur dasar.

“Kita bicara soal keberlanjutan, tapi nelayan dipaksa bertahan tanpa bahan bakar,” ujar Arsil. Ia mendesak agar Pemerintah Kabupaten Kepulauan Selayar bersama instansi terkait segera turun tangan, bukan hanya untuk menyelamatkan ekonomi nelayan, tapi juga ketahanan pangan laut daerah.

Nelayan Takabonerate, yang setiap hari bersetia pada laut, kini justru tercekat oleh daratan yang abai.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!